HarianNusa, Mataram – Beberapa kontraktor angkat bicara terkait aksi protes dua orang rekanan yang datang ke Pendopo Gubernur NTB beberapa waktu lalu. Protes ini muncul akibat pembayaran pekerjaan yang sudah tuntas namun belum juga dilunasi. Meskipun sebenarnya hal ini bisa dimaklumi sebagai keresahan yang wajar, akan tetapi apabila terus berlanjut maka akan dianggap politis dan tendensius. Sebaliknya, Pemprov NTB sejak awal telah berkomitmen untuk menyelesaikan pembayaran tersebut.
Buyung Nasution, Ketua Gapensi Kabupaten Bima, mengungkapkan bahwa kontraktor dan pemerintah harus memahami situasi ini dengan baik.
“Pemprov memang harus memahami karena ini soal hajat hidup. Tapi di sisi lain, kontraktor juga harus lebih dewasa bersikap. Karena ini (piutang rekanan) sebenarnya sudah biasa dialami ketika proyek berurusan dengan pemerintah,” ujarnya, Jumat 5 Mei 2023.
Kedewasaan bersikap benar-benar diperlukan dalam situasi seperti ini, terutama dengan posisi dilematis yang dihadapi Pemprov NTB saat harus memprioritaskan anggaran dan energi untuk penanganan Covid-19 pada tahun 2020. Kontraktor sebagai mitra strategis pemerintah harus memahami hal ini sehingga hubungan simbiosis yang ada dapat terjaga dengan baik.
Menurut pengusaha asal Kecamatan Wera Kabupaten Bima ini, hubungan simbiosis ini jangan sampai tercederai akibat ulah sebagian rekan-rekan dari perusahaan lain. Bahkan ia menegaskan bahwa mengancam kemah di pendopo adalah tindakan yang tidak wajar dan merusak citra kontraktor.
“Apalagi sampai mengancam kemah di pendopo, kami rasa itu tidak wajar lagi. Tidak baik untuk imej kontraktor,” imbuhnya.
Gubernur NTB, Dr. Zulkieflimansyah, sudah terbuka berkomitmen untuk menyelesaikan pembayaran pada Juli nanti atau menjelang akhir masa jabatan. Oleh karena itu, semua pihak diminta bersabar menunggu hingga masa pembayaran tiba.
“Sudah lah, kan Gubernur sudah clear menyampaikan itu. Tinggal tunggu pencairan. Ya, kecuali belum ada kejelasan, wajar pro kontra,” urai Direktur CV Sinar Lima ini.
Pada kesempatan yang sama, Zainul Gibran, pengusaha Jakarta asal Kabupaten Bima, juga meminta semua rekan-rekannya untuk bersabar. Ia memahami psikologi kontraktor lokal lainnya, karena dirinya juga pernah mengalami hal yang sama setelah terlibat dalam dunia konstruksi lokal. Meskipun begitu, ia menyadari bahwa keadaan seperti ini sudah menjadi hal yang biasa dalam hal tunda pembayaran.
“Saya juga punya klaim. Puluhan miliar proyek saya belum dibayar juga. Tapi ya gak mesti ribut, karena semua kontraktor tahu, ini hal biasa soal tunda pembayaran,” tegasnya.
Dalam melihat riak-riak di lapangan, Gibran menilai bahwa keributan ini muncul akibat faktor tekanan lain. Beberapa di antara mereka bermodalkan pinjaman bank dan bahkan terjerat rentenir sehingga untuk melunasi kewajiban harus menunggu pembayaran. Berbeda dengan kontraktor yang sudah mempersiapkan modal dan cadangan yang cukup, sehingga mampu mengantisipasi keuangan dalam keadaan darurat.
Oleh karena itu, semua pihak diminta untuk bersabar dan mempercayai komitmen pemerintah dalam menyelesaikan pembayaran rekanan.