Sudah 34.222 Orang Tandatangani Petisi Tolak Pemecatan Kompol Cosmas
garisberita.com – Pemecatan Kompol Cosmas Kaju Gae dari Korps Brimob Polri menimbulkan gelombang penolakan publik. Hingga hari ini, petisi online yang ditujukan ke Kapolri, KKEP Polri, dan pimpinan DPR RI sudah ditandatangani 34.222 orang, angka yang terus bertambah. Petisi ini menjadi bentuk nyata suara masyarakat, terutama asal NTT, yang menilai Kompol Cosmas pantas mendapatkan perlakuan yang lebih adil dibanding sanksi PTDH yang dijatuhkan kepadanya.
Sejarah Petisi & Siapa yang Mendorongnya?
Petisi “Tolak Pemecatan Kompol Kosmas Kaju Gae” diluncurkan di platform Change.org oleh Mercy Jasinta atas nama masyarakat Ngada dan Flores. Dalam tulisan pembukanya, dia menyatakan bahwa Kompol Cosmas adalah putra daerah yang telah mendedikasikan hidupnya untuk bangsa dan sering berperan sebagai pelindung saat terjadi unjuk rasa. Menurutnya, pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) adalah sanksi berlebihan dan tidak mencerminkan proporsionalitas hukum.
Petisi itu ditujukan kepada Kapolri, KKEP Polri, dan DPR RI, sekaligus ditujukan ke publik luas agar turut menyuarakan keadilan. Hingga pencatatan terakhir, jumlah penandatangan telah mencapai 55.185, namun media lokal mencatat sekitar 61.547 dukungan per 4 September 2025. Petisi ini mencerminkan bagaimana media sosial bisa menjadi alat advokasi publik dalam masalah hukum dan etika institusional.
Mengapa Masyarakat Menyuarakan Penolakan Ini?
Alasan utama di balik petisi ini adalah keyakinan masyarakat bahwa Kompol Cosmas telah menjalankan tugas sesuai arahan institusi dalam pengamanan unjuk rasa. Dalam sidang etik KKEP, Kompol Cosmas menyatakan bahwa tindakan itu bukan untuk mencelakakan—ia hanya menjalankan instruksi. “Sungguh-sungguh demi Tuhan bukan niat membahayakan orang lain”.
Masyarakat Ngada dan Flores merasa keputusan PTDH mengabaikan pengabdian jangka panjang Cosmas serta konteks kompleks saat insiden tragis itu terjadi. Ikada Kupang bahkan mengirim surat terbuka ke Presiden, menuntut peninjauan ulang dan menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Affan Kurniawan, korban insiden tersebut. Mereka melihat tujuh anggota Brimob sebagai “korban tekanan publik”, dan meminta pertanggungjawaban komandan wilayah bukannya merelakan anggotanya sebagai tumbal.
Dampak Publik & Respons Polri
Petisi ini memicu dialog publik dan menciptakan tekanan simbolis terhadap internal Polri. Masyarakat mempertanyakan apakah proses etik sudah berjalan adil dan transparan, apalagi dalam kasus berdampak emosional tinggi seperti ini.
Di sisi lain, Kompol Cosmas menyatakan tengah mempertimbangkan banding terhadap putusan. Ia akan berdiskusi dengan keluarga sebelum mengambil keputusan hukum lanjut. Sementara Polri—melalui KKEP—menegaskan bahwa sidang etik telah memutuskan dengan memperhatikan semua fakta, video, dan bukti yang tersedia.
Penutup – Ketika Suara Masyarakat Jadi Faktor Etika institusional
Petisi yang telah ditandatangani puluhan ribu orang bukan sekadar angka. Ini jadi refleksi real tentang bagaimana masyarakat bisa memengaruhi dan menuntut keadilan dari institusi negara. Meskipun Kompol Cosmas telah dinyatakan bersalah secara internal, masyarakat berharap agar proses etik dan hukum tetap berlangsung terbuka, adil, dan proporsional.
Semoga napi keputusan di masa depan nanti tidak hanya mengedepankan regulasi ketat, tapi juga memperhitungkan hati dan jasa seorang abdi bangsa—karena kadang, keadilan tidak hanya soal aturan, tapi juga konteks dan kemanusiaan.