Eks Stafsus Nadiem Jurist Tan Masih Diburu—Ini Perannya di Kasus Chromebook

Status Buron—Jurist Tan Masih Diburu, DPO & Red Notice Dalam Proses

garisberita.com – Semenjak ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek, Jurist Tan belum sekali pun menghadiri panggilan penyidik. Kejaksaan Agung (Kejagung) bahkan telah menerbitkan status DPO dan tengah mengurus red notice melalui Interpol. Proses ini ditindaklanjuti dengan pencabutan paspor atas permintaan Kejagung.

Upaya penjemputan hukum ini menandai eskalasi serius: dari panggilan biasa, menjadi pemblokiran administratif (cekal), DPO, hingga red notice—langkah resmi untuk membatasi ruang gerak di luar negeri.

Jurist Tan diketahui meninggalkan Indonesia sejak pertengahan Mei 2025—terbang ke Singapura—tanpa ada kepastian kepulangan. Statusnya sebagai buron kini menjadi sorotan dalam dinamika hukum kasus megakorupsi ini.

Terlibat Sejak Awal—Peran Aktif Jurist Tan di Proyek Chromebook

Kejagung menyebut bahwa Jurist Tan merupakan figur penting dalam pengadaan Chromebook yang memakan anggaran hingga Rp9,3–9,9 triliun. Sejak Agustus 2019, ia bersama Nadiem Makarim dan Fiona Handayani membentuk grup WhatsApp bernama “Mas Menteri Core Team,” di mana mereka mulai membahas digitalisasi sekolah dengan platform Google.

Jurist juga aktif memimpin rapat pengadaan, hingga memengaruhi kajian teknis agar mengutamakan Chromebook, meskipun hasil uji coba tahun 2019 menunjukkan kurang efektif untuk daerah 3T.

Selain itu, Jurist diduga melobi pihak tertentu sehingga Ibrahim Arief bisa jadi konsultan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK)—langkah ini mengaburkan norma dalam pengadaan publik.

Mangkir Bertubi-tubi dan Tantangan Penegakan Hukum

Jurist Tan mangkir dari panggilan penyidik sebanyak tiga kali: pada tanggal 18, 21, dan 25 Juli 2025. Ia bahkan meminta penundaan, dengan alasan urusan pribadi atau keluarga, dan belum memberikan alternatif kehadiran.

Kejagung menyatakan bahwa surat kuasa hukum yang menyampaikan penundaan tidak bisa menghalangi proses hukum. Selain itu, keterangan tertulis bukanlah pengganti pemeriksaan langsung.

Upaya memanggil ketiga tetap gagal, sehingga penyidik saat ini berfokus pada langkah paksa: pencabutan paspor dan red notice Interpol agar bisa segera menghadirkannya secara paksa.