Danantara Berpotensi Dapat Suntikan Rp700 Triliun dari Pengambilalihan Saham BCA

Danantara Berpotensi Dapat Suntikan Rp700 Triliun dari Pengambilalihan Saham BCA

1. Landasan Historis dan Isu BLBI–BCA yang Masih Mengemuka

garisberita.com – Ekonom dari UGM sekaligus Ketua LPEKN, Sasmito Hadinegoro, mendorong Presiden Prabowo untuk mengambil alih 51% saham BCA—diklaim masih jadi hak negara terkait kasus BLBI. Ia memperkirakan, jika terwujud, langkah ini bisa menyuntik kas Danantara hingga Rp700 triliun.
Menurutnya, saham tersebut dulu bernilai sekitar Rp117 triliun pada 2002, sementara BCA masih mencatat utang ke negara sekitar Rp60 triliun. Setelah dicicil sebagian, sisanya masih menjadi beban dan potensi aset jika diperhitungkan kembali.

Sasmito menyebut adanya indikasi rekayasa dalam proses akuisisi saham BCA oleh Grup Djarum era Presiden Megawati. “Sudah ada tim khusus via Keppres, tapi berhenti begitu saja,” katanya, menyiratkan belum ada tindak lanjut.

Jika tak segera diambil langkah, menurut Sasmito, kerugian bisa terus berlanjut. Ia bahkan menawarkan diri memimpin Satgas pemberantasan mafia keuangan untuk menangani isu ini.

2. Kenapa Danantara Perlu Suntikan Modal Rp700 Triliun?

Walaupun Danantara saat ini telah mengelola aset jumbo—sekitar US$900 miliar atau Rp14.000 triliun—Mayoritas aset ini masih bersifat illikuid, seperti properti dan saham. Tidak dalam bentuk dana siap pakai.

Menurut pengamat ekonomi, aset ini baru bisa dimonetisasi lewat sekuritisasi atau penerbitan instrumen keuangan. Butuh dana segar untuk membentuk modal dasar yang bisa digunakan mengeksekusi proyek-proyek strategis.

Oleh sebab itu, tambahan modal Rp700 triliun dari saham BCA bisa menjadi katalis nyata yang meningkatkan likuiditas Danantara secara signifikan—menambah kapasitas investasi jangka panjang.

3. Mekanisme Hukum dan Tantangan Kajian

Pengambilalihan saham BCA perlu dibahas secara tuntas: secara hukum, keadilan historis, serta imbal balik ekonomi untuk masyarakat. Meskipun Danantara berbentuk sovereign wealth fund yang bisa dikelola fleksibel, landasan pengambilalihan tetap harus transparan dan legal.

Rencana ini juga menimbulkan kekhawatiran soal rasa aman publik—mereka khawatir tabungan di bank pelat merah ikut diintervensi. Pemerintah sebelumnya menegaskan bahwa modal Danantara tidak berasal dari tabungan masyarakat.

Selain itu, mekanisme pengambilalihan saham harus melibatkan audit, pengawasan BPK, dan keterbukaan proses agar mempertahankan reputasi Danantara sebagai lembaga publik yang kredibel.

Penutup

Danantara dapat suntikan Rp700 triliun saham BCA bukan sekadar ide ambisius—tapi wacana ekonomi yang mengundang diskusi serius soal kedaulatan aset negara. Apakah ini preseden besar untuk mengembalikan aset yang lepas, atau menjadi masalah transparansi baru?

Dalam perspektif keberlanjutan ekonomi, Danantara bisa menjadi game-changer. Tapi dalam perspektif tata kelola, ini harus ditangani dengan hati-hati, akurat, dan legalkan melalui jalur resmi—agar efeknya bukan hanya fiskal, tetapi juga memberikan legitimasi dan kepercayaan publik.