Usulan Gerbong Kereta Khusus Perokok Dinilai “Ngawur” oleh YLKI

DPR Usul Gerbong Kereta Khusus Perokok — Kontroversi dan Motivasinya

garisberita.com – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) 20 Agustus 2025 lalu, anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB, Nasim Khan, mengusulkan agar PT KAI menyediakan satu gerbong khusus untuk merokok di kereta jarak jauh. Dia menyebutkan ini sebagai aspirasi masyarakat, dan membandingkannya dengan keberadaan smoking area di bus perjalanan jauh. Menurutnya, ide ini bisa memberi nilai tambah sekaligus peluang bisnis bagi KAI.
Nasim menekankan: “Di bus saja ada tempat merokok. Masa di kereta — yang perjalanannya bisa delapan hingga sepuluh jam — tidak sedia?”

YLKI Mengecam Usulan Itu — Sebut Masuk Wilayah “Ngawur”

1. Menabrak Regulasi Kesehatan Publik

Sekretaris Eksekutif YLKI, Rio Priambodo, langsung mengecam ide tersebut sebagai “usulan ngawur” karena bertentangan dengan UU No. 17 Tahun 2023 dan PP No. 28 Tahun 2024, yang menetapkan bahwa transportasi publik adalah Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

2. Mengurangi Kualitas Pelayanan Konsumen

YLKI menilai bahwa menyediakan ruang merokok justru akan menurunkan standar keamanan, kenyamanan, dan keselamatan penumpang. Saat ini, PT KAI menerapkan aturan tegas: siapa pun terindikasi merokok di dalam kereta akan diturunkan di stasiun terdekat.

3. Ajakan untuk Abaikan Usulan dan Tegak Regulasi

YLKI meminta PT KAI mengabaikan usulan tersebut dan tetap berpegang pada kebijakan kawasan tanpa rokok. Mereka menyebut keputusan ini sebagai bagian dari perlindungan konsumen yang harus dilanjutkan, bukan dibongkar.

Alasan Nasim Khan dan Pertimbangan KAI

1. Aspirasi Perokok dan Peluang Bisnis

Nasim mengatakan usulan ini lahir dari keluhan pengguna kereta jarak jauh yang merasa bahwa perjalanan panjang tanpa tempat merokok sangat memberatkan. Ia juga menganggap ide ini bisa jadi peluang income tambahan untuk KAI melalui area seperti kafe dan smoking lounge.

2. Analogi dengan Transportasi Darat

Nasim membandingkan dengan bus yang umumnya menyediakan smoking area di bagian belakang. Ia merasa kereta, dengan perjalanan lebih panjang dan nyaman, pantas mengadopsinya.

3. Tantangan untuk KAI

Pada saat yang sama, DPR meminta KAI menjelaskan rencana penyeimbangan antara laba operasional (Rp 1,18 triliun pada semester I 2025) dan kerugian proyek seperti KA Cepat Jakarta–Bandung yang nilainya mendekati Rp 1 triliun. Usulan gerbong merokok dianggap sebagai salah satu solusi diversifikasi.

Perbandingan Global dan Konsekuensi Kesehatan

1. Risiko Rokok Pasif saat Perjalanan Umum

Studi global dan WHO menunjukkan bahwa asap rokok pasif dapat menyebabkan 600 ribu kematian prematur setiap tahun. Ini mencakup risiko kanker, penyakit jantung, hingga gangguan pernapasan terutama bagi penumpang non-perokok.

2. Dampak ke Anak dan Penyandang Disabilitas

Anak-anak dan penyandang disabilitas dalam gerbong umum sangat rentan terhadap bahaya asap rokok—dari gangguan paru hingga risiko sindrom kematian bayi mendadak. Penumpang difabel umumnya tak bisa menghindar dari paparan ini.

3. Praktik Global: Larangan Merokok Transportasi Publik

Banyak negara telah menerapkan larangan total merokok di transpor publik. Konsep smoking area tertutup dalam kereta api jarak jauh ini sangat bertolak belakang dengan praktik internasional yang menekankan proteksi terhadap semua penumpang.

Penutup

Ringkasan Kontroversi

Usulan DPR untuk menyediakan gerbong khusus merokok dalam kereta jarak jauh memicu kritik tajam. YLKI menilai usulan tersebut melanggar aturan kawasan tanpa rokok dan bisa menurunkan kualitas pelayanan publik. Meskipun mengakomodasi aspirasi perokok, ide ini tampak tidak sejalan dengan regulasi kesehatan dan praktik PT KAI.

Harapan untuk Keputusan yang Mengutamakan Kesehatan Publik

Idealnya, pemerintah dan DPR lebih fokus memperkuat kawasan tanpa rokok demi keselamatan dan kenyamanan semua penumpang. KAI diharapkan mempertahankan regulasi yang sekarang dan memprioritaskan layanan inklusif tanpa kompromi dengan kesehatan publik.