Tidak Ada “Jembatan Emas” Setelah 80 Tahun Indonesia Merdeka: Saatnya Lihat Realita

Tidak Ada “Jembatan Emas” Setelah 80 Tahun Indonesia Merdeka: Saatnya Lihat Realita

Makna “Jembatan Emas” dalam Wacana Nasional dan Tantangan Nyata Sekarang

Sejak era Bung Karno, istilah “jembatan emas” dipakai sebagai metafora kemerdekaan—sebuah jembatan simbolis yang menghubungkan perjuangan merdeka dengan cita-cita adil dan makmur. Mahfud MD mengingatkan bahwa jembatan itu “telah dicuri” karena lemahnya penegakan hukum dan demokrasi yang timpang; inti cita-cita kemerdekaan jadi tak sampai seberang—ke Indonesia Emas.

Kini, di usia 80 tahun, momentum ini jadi refleksi tajam: kemerdekaan bukan sekadar status politik, tapi tanggung jawab moral atas keadilan dan kesejahteraan. Neraca.co mencatat bahwa keadilan sosial, distribusi sumber daya, dan peningkatan kualitas pendidikan masih jauh dari layak—Indonesia tak cuma merdeka secara politik, tapi belum merdeka secara ekonomi dan budaya.

Sementara itu, Mahfud dan Megawati sepakat: jembatan emas hanya ada jika hukum ditegakkan secara konsisten dan kemakmuran rakyat jadi prioritas. Hutan korupsi dan ketimpangan investasi jadi bastion perusak jembatan itu—kita harus bangun kembali fondasinya.

Penegakan Hukum dan Demokrasi: Pilar Penyeberangan Jembatan Emas

Menurut Mahfud MD, tanpa hukum yang kuat, demokrasi akan rentan diperalat elite untuk kepentingan politik. Kondisi ini justru mengabaikan makna rule of law—yang menjaga setiap warga memiliki hak yang setara.

Hingga kini, indeks ketimpangan dan korupsi di Indonesia masih tinggi. Kebijakan seperti Jokowi–Jokowi memperlihatkan ambisi, namun struktur kelembagaan belum sepenuhnya mendukung efisiensi dan akuntabilitas. Pendidikan antikorupsi, modernisasi birokrasi, dan reformasi kelembagaan jadi fondasi renovasi jembatan emas itu.

Mahfud menyebut, sebut harga politis seperti Indonesia Emas 2045 hanya bisa terwujud jika penegakan hukum dibarengi nilai reformasi. Tanpa itu, visi besar akan tetap jadi slogan kosong.

Menyoal Ketimpangan: Sumber Daya Abundant, Distribusi Malah Tersumbat

Indonesia kaya sumber daya—tambang, hutan, laut melimpah. Namun ironisnya, masyarakat di daerah penghasil justru tidak menikmati manfaatnya. Deforestasi, konflik agraria, dan eksploitasi tanpa kesejahteraan lokal jadi luka nasional.

Itu sebabnya, momentum kemerdekaan ke-80 bukan soal upacara atau dekorasi—tapi refleksi fundamental: apa manfaat hasil minyak, tambang, sawit untuk masyarakat asli daerah? Harusnya mereka ikut sejahtera, bukan terus tertinggal.

Gerakan redistribusi kekayaan berbasis masyarakat, proyek pemanfaatan energiberkelanjutan, dan pembangunan infrastruktur publik dalam skala lokal bisa jadi langkah konkret membangun jembatan emas dari bawah.

Penutup

Tidak ada jembatan emas setelah 80 tahun Indonesia merdeka—itu warning keras bahwa kemerdekaan belum tuntas jika tujuan adil dan makmur masih jauh. Tanpa hukum yang ditegakkan, pemerataan yang nyata, dan reformasi struktural, visi Indonesia Emas hanyalah mimpi singkat.

Kini saatnya kita bersama-sama membangun kembali jembatan emas itu—melalui demokrasi yang matang, penegakan hukum, dan keadilan sosial yang bukan sekadar slogan semata. Karena merdeka adalah hak, adil dan makmur adalah kewajiban.